I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagian reaksi
kimia dan banyak pengukuran sifat zat dikerjakan dalam suatu pelarut. Pelarut
memiliki sifat dan karakteristik tertentu dimana sifat dan karakteristik
pelarut tersebut sangat menentukan keberhasilan ataupun kegagalan suatu studi.
Dalam konsep larutan, pelarut atau zat pelarut merupakan zat yang jumlahnya
lebih banyak dalam suatu larutan. Bagi ahli kimia anorganik, air merupakan
pelarut yang paling penting, namun banyak pelarut lain yang telah dicoba dan
ternyata berguna. Misalnya asetonitril, ammonia, dimetilformamida, dan
lain-lain.
Adapun
yang sangat erat hubungannya dengan sifat-sifat pelarut adalah perilaku asam
dan basa yaitu suatu senyawa yang bertindak sebagai asam pada pelarut tertentu
dan sebaliknya. Dalam kehidupan,
asam-basa dikelompokkan berdasarkan aturan-aturan tertentu. Oleh
karena itu, agar lebih memahami konsep mengenai pengelompokan asam-basa, maka disusunlah
makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1. Bagaimana
definisi asam-basa sistem pelarut?
2. Bagaimana
kecenderungan pada penggolongan asam-basa keras lunak?
3. Bagaimana kecenderungan keasaman pada
asam oksi?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
1.
Mengetahui
definisi asam-basa sistem pelarut.
2.
Mengetahui
kecenderungan pada penggolongan asam-basa keras lunak.
3. Mengetahui kecenderungan
keasaman pada asam oksi.
II. PEMBAHASAN
2.1 Asam Basa Sistem Pelarut
Salah
satu dari kelemahan model atom Arrhenius mengenai perilaku asam-basa adalah
pembatasannya yang kaku pada media air. Hal ini menimbulkan pertikaian,
terutama akibat adanya studi pelarut dalam amonia cair. Didasarkan pada
kriteria eksperimental, dapat ditunjukkan adanya kemiripan antara reaksi
asam-basa dalam media air dan beberapa jenis reaksi tertentu dalam ammonia.
Jika
kita meninjau reaksi netralisasi menurut Arhenius antara asam kuat dan basa
kuat dalam media air, kita dapat mengenali adanya analogi dalam amonia cair.
Kemiripan tersebut nampak jelas dari reaksi berikut:
H3OCL + NaOH → NaCl + 2H2O
NH4Cl + NaNH2 → NaCl + 2NH3
Asam +
basa → garam
+ pelarut
Selanjutnya
jika kita memperhatikan adanya swaionisasi (autoionization)
air untuk membentuk ion hidronium dan ion hidroksil. Kita dapat mencacat bahwa
swa-ionisasi terjadi juga pada amonia untuk membentuk ion amonium dan ion amida:
Pelarut Asam
Basa
2H2O
→ H3O+ + OH-
2NH3 → NH4+ + NH2-
Ion
hidronium dan
ion
ammonium,
keduanya
dapat dipandang sebagai proton tersolvasi. Hal ini mirip dengan konsep asam
basa Brosted-Lowry bahwa asam adalah pendonor proton sedangkan basa adalah
aseptor proton.
Namun
ketika kita identifikasi swaionisasi (autoionization)
pada larutan proton dan non proton, ternyata definisi Bronsted-Lowry hanya
dapat diterapkan kepada pelarut berproton. Namun, definisi protonik tak
mencukupi jika digunakan untuk pelarut non-protonik seperti pada contoh
swaionisasi (autoionization) pelarut
non proton OPCl3 dan BrF3
di bawah ini.
Pelarut Asam Basa
2H2O
→ H3O+ + OH-
2NH3
→ NH4+ + NH2-
2OPCl3 → OPCl2+ + OPCL4-
2BrF3 → BrF2+
+ BrF4-
Sedangkan
penelitian mengenai beberapa pelarut seperti BrF3, OPCl3, COCl2,
SeOCl2, dan SO2 menunjukkan bahwa perilaku jenis
asam-basa tetap dapat diamati melalui karakteristik anion dan kation dalam
sistem pelarut tersebut di mana proton tidak memainkan peranan apa-apa.
Contoh pada pelarut BrF3, pelarut
BrF3 adalah plarut tidak berproton. Namun tetap bisa
menjelaskan konsep asam dan basa dalam reaksi netralisasi. Senyawaan seperti
BeF2AsF6 bersifat asam, ketika larut, akan menghasilkan ion AsF6- dan ion karakteristik pelarutnya BrF2+,
sedangkan KBrF4 adalah senyawa basa. Ketika larut, akan menghasilkan ion K+
dan ion karakteristik pelarutnya BrF4- . Bila
larutan asam dan basa tersebut tercampur akan terjadi reaksi penetralan
membentuk garam dan molekul pelarut.
BrF2+
+ AsF6- + K+ + BrF4- → K+
+ AsF6- + 2BrF3
Asam basa garam Pelarut
Oleh
karena itu, untuk menerapkan konsep asam-basa pada berbagai pelarut
nonprotonik, telah disarankan beberapa definisi asam dan basa, dengan
menggunakan definisi Cady dan Elsey, kita dapat menyatakan bahwa asam adalah zat terlarut yang melalui
disosiasi langsung atau melalui reaksi dengan pelarut dapat melepaskan kation karakteristik dari pelarut tersebut.
Sedangkan basa adalah zat terlarut yang melalui disosiasi langsung atau melalui
reaksi dengan pelarut dapat melepaskan anion karakteristik dari pelarut
tersebut.Selanjutnya konsep tersebut dikenal sebagai konsep
asam-basa sistem pelarut.
Contoh,
jika kita meninjau pelarut SO2 maka kation dan anion
karakteristiknya adalah:
Pelarut
Asam basa
2SO2
→
SO2+ + SO32-
Dengan
demikian, reaksi netralisasi bisa terjadi dari reaksi antara zat seperti SOCl2,
yang bisa bertindak sebagai asam, dan tetrametilamonium sulfit, yang bisa
bertindak sebagai basa.
SOCl2 + [(CH3)4N]2SO3
→ 2(CH3)4NCl + 2SO2
Asam Basa Garam Pelarut
Dapat
disimpulkan bahwa sama seperti definisi Arrhenius, hasil netralisasi dalam
definisi sistem pelarut adalah garam dan pelarut.
Hal
ini nampak dari Tabel 9-2, di mana ditampilkan beberapa contoh reaksi
netralisasi yang khas bersama dengan kation dan anion karakteristiknya untuk
berbagai pelarut.
Reaksi Netralisasi dalam Berbagai Pelarut
Pelarut
|
Kation
|
Anion
|
Reaksi Netralisasi
|
H2O
|
H3O+(H+)
|
OH-
|
HCl
+ NaOH → NaCl + H2O
|
NH3
|
NH4+(H+)
|
NH2-
|
NH4Cl
+ NaNH2 → NaCl + 2 NH3
|
HC2H3O2
|
H2C2H3O2+(H+)
|
C2H3O2-
|
HCl
+ NaC2H3O2 → NaCl + HC2H3O2
|
SO2
|
SO2+
|
SO32-
|
SOCl2
+ Na2SO3 → 2NaCl + 2SO2
|
Definisi
system pelarut ini dapat diterapkan pada semua kasus yang pelarutnya mempunyai
otoionisasi, tanpa menghiraukan ada tidaknya proton. Berdasarkan definisi sistem
pelarut maka dapat disimpulkan bahwa zat
terlarut yang meninggikan spesies kation yang khas pelarut tersebut adalah
asam. Sedangkan zat yang meninggikan spesies anionnya adalah basa.
2.2 Asam-Basa Keras dan Lunak
Telah
dikenal sejak lama bahwa Ion-ion logam dapat dibagi kedalam dua golongan
menurut kereaktivannya terhadap berbagai ligan. Untuk logam-logam jenis (a)
kompleks paling stabil terbentuk dengan ligan yang paling ringan dan berkurang
kestabilannya dalam urutan menurun dalam kelompokan ligan tersebut. Untuk logam
jenis (b) kecenderungan itu berlawanan. Ini tertera dalam ikhtisar berikut:
Kompleks logam jenis
(a) Ligan Kompleks
logam jenis (b)
Paling kuat R3N R2O F- Paling lemah
R3P R2S Cl-
R3As R2Se Br-
Paling
lemah R3Sb R2Te I- Paling kuat
Jenis
logam (a) pada dasarnya meliputi
1.
Ion logam alkali
2.
Ion alkali tanah
3.
Ion yang lebih ringan dan bermuatan
besar (misalnya Ti4+, Fe3+, Co3+, Al3+).
Jenis logam (b) meliputi
1.
Ion logam transisi yang lebih berat
(seperti Hg2+, Pt2+, Pt4+, Ag+, Cu+)
2.
Ion logam valensi rendah sperti logam
bermuatan formal nol dan karbonil logam.
Ion
logam kelas (a) membentuk kompleks yang paling stabilnya dengan anggota pertama
dari tiap kelompok ligan, sedang ion logam kelas (b) membentuk kompleks yang
paling stabilnya dengan anggota terberat dari kelompok ligan. Hal ini
disebabkan molekul dengan ukuran besar
cendrung bereaksi dengan yang besar, dan sebaliknya.
Dalam
klasifikasi ini, Pearson mengatakan bahwa ion logam jenis (a) ternyata
berukuran kecil, dan tidak begitu polar serta menyukai ligan yang juga kecil dan
tidak begitu polar. Ia menyebut asam dan basa seperti itu “keras”. Sebaliknya
ion logam jenis (b) yang besar dan mudah dipolarkan, ligan yang disukainya
cenderung besar dan lebih polar, ia mnyebutnya sebagai asam dan basa “lunak”.
Adapun
contoh klasifikasi asam basa keras lunak adalah sebagai berikut:
Klasifikasi Basa
Keras
|
Lunak
|
H2O, OH- , F-
CH3CO2-
, PO43-, SO42-
Cl-
, CO32-, ClO4-, NO3-
ROH, RO- , RO-, R2O
NH3
, RNH2 , N2H4
|
R2S, RSH,
RS-
I-
, SCN- , S2O32-
R3P
, R3As, (RO)3P
C2H4
, C5H6
H-
, R-
|
Klasifikasi
Asam
Keras
|
Lunak
|
H+, Li+, Na+, K+
Be2+, Mg 2+, Ca2+, Sr2+, Mn2+
Al3+, Se3+, Ga3+ , In3+ , La3+
N3+ , Gd3+ , Lu3+
Cr3+
, Co3+ , Fe3+ , As3+
Si4+
, Ti4+ , Zr4+ , Th4+ , U4+
Pu4+ , Ce4+ , Hf4+
|
Cu+
, Ag+ , Au+ , TI+ , Hg+
Pd2+
, Cd2+ , Pt2+ , Hg2+
CH3Hg+ , CO(CN)52+, Pr4+
Te4+
TI3+
, TI(CH3)3
, BH3 , Ga(CH3)3
GaCl3 , GaI3 , InCl3
RS+
, RSe+ , RTe+
I+
, Br+ , HO+ , RO+
|
Konsep HSAB dapat meramalkan terjadi tidaknya
suatu reaksi, contoh:
HgF2(g) + BeI2(g) → HgI2(g) + BeF2(g)
lunak-keras keras-lunak → lunak-lunak keras-keras
CH3HgOH(aq) + HSO3-(aq)
→ CH3HgSO3-(aq) + HOH(l)
lunak-keras keras-lunak →
lunak-lunak keras-keras
Logam
dan ligan tersebut dikelompokkan menurut sifat keras dan lunaknya berdasarkan
pada polarisabilitas unsur yang menjadi dasar suatu prinsip yang disebut Hard
and Soft Acid Base (HSAB). Teori
HSAB (Hard Soft Acid and Base) merupakan pengembangan dari teori asam
basa Lewis.
Adapun perbedaan antara asam basa keras lunak adalah
sebagai berikut:
Asam/basa keras
|
Asam/basa lunak
|
Ukuran kecil
|
Ukuran
besar
|
Densitas muatan besar
|
Densitas
muatan kecil
|
Kelektronegatifan besar
|
Kelektronegatifan kecil
|
Polarisabilitas rendah
|
Polarisabilitas
tinggi
|
2.3 Kekuatan Asam Oksi-Anorganik
Asam
oksi merupakan asam-asam yang mengandung atom pusat yang dikelilingi oleh
atom-atom O dan gugus OH, XOn(OH)m. Nilai n menunjukkan jumlah
atom oksigen nonhidroksil sedangkan nilai m menunjukkan jumlah gugus hidroksil
dalam molekul tersebut. Oksigen nonhidroksil adalah atom oksigen yang tidak
terikat pada atom hidrogen melainkan oksigen yang terikat langsung pada atom pusat.
Contoh H2SO4 memenuhi aturan SO2(OH)2 dimana
jumlah m = 2 dan jumlah n = 2
|
|
BeberapaAturan Mengenai Asam Oksi
Bagi
asam-asam oksi terdapat dua hal yang bersifat umum:
1.
Perbandingan dari tetapan disosiasi yang
berurutan, Kn/Kn-1 adalah 10-4 sampai 10-5
(setara dengan pKn-1 – pKn = 4,5 ± 0,5; pK = - log K).
2.
Besarnya K1 bergantung pada
n, yaitu banyaknya oksigen selain yang terdapat dalam gugus OH. Makin banyak
atom tersebut, makin besar kekuatan asam sesuai dengan:
N
|
K
|
Kekuatan asam
|
3
|
Besar sekali
|
Sangat kuat
|
2
|
~ 102
|
Kuat
|
1
|
10-2 – 10-3
|
Sedang
|
0
|
10-7,5 – 10-9,5
|
Lemah
|
Kita
dapat mengetahui pengaruh kenaikan nilai n terhadap kekuatan asam-asam oksi dengan
mengidentifikasi contoh asam-asam oksi berikut ini: HClO, HClO2, HClO3, dan HClO4.
Contoh Asam Oksi
|
Struktur Sejati
|
Jumlah n
|
pKa
|
HClO
|
Cl(OH)
|
0
|
7,53
|
HClO2
|
ClO(OH)
|
1
|
2
|
HClO3
|
ClO2(OH)
|
2
|
-1
|
HClO4
|
ClO3(OH)
|
3
|
-10
|
Dengan
segera kita bisa melihat adanya hubungan antara jumlah n dan tingkat kekuatan
asam dari senyawa tersebut. Berdasarkan
tabel di atas maka benar bahwa tingkat kekuatan asam oksi akan semakin
besar dengan semakin banyaknya oksigen yang terikat pada atom pusat atau sesuai
dengan kenaikan jumlah atom oksigen nonhidroksil. Hal itu terlihat dari semakin
besar harga n maka semakin kecil pKa yang
dimiliki asam tersebut. Sedangkan telah kita ketahui bersama bahwa semakin
kecil harga pKa maka semakin kuat keasamannya.
Nilai pKa berbanding terbalik dengan
nilai K. Dimana K merupakan tetapan disosiasi. Nilai pKa didapat dari
perhitungan – log K. Jika semakin kecil pKa menunjukkan bahwa semakin besar
harga n dan semakin besar tingkat keasaman dapat disimpulkan bahwa besarnya K
sebanding dengan kenaikan nilai n (atom oksigen nonhidroksil). Penurunan secara
tetap K1,K2,K3 terjadi karena sesudah setiap
tahap disosiasi, terjadi kenaikan muatan negatif yang mengurangi kecenderungan
proton berikutnya untuk terlepas.
Faktor-faktor Penyebab
Kekuatan Asam Oksi
Kita tetap dapat menetukan tingkat
keasaman dari contoh-contoh asam oksi di atas meski kita tidak mengetahui harga
Ka maupun pKa dari masing-masing asam oksi tersebut yaitu yang pertama dengan
cara mengindentifikasi reaksi ionisasi pada asam HClO, HClO2, HClO3,
dan HClO4 tersebut dalam pelarut.
Menurut Bronsted-Lowry asam adalah
donor proton, jadi kekuatan asam ditentukan oleh seberapa mudah suatu spesies
untuk mendonorkan protonnya. Semakin mudah suatu spesies mendonorkan protonnya
maka keasamannya akan semakin kuat. Mudah tidaknya suatu spesies asam untuk
mendonorkan protonnya selain dilihat dari seberapa besar harga Ka tetapi juga
dapat ditentukan dari seberapa besar asam tersebut terionisasi dalam larutan.
Semakin besar jumlah spesies asam yang terionisasi maka asam tersebut akan
semakin kuat.
HClO + H2O → H3O+ + ClO-
HClO2 + H2O → H3O+ + ClO2-
HClO3
+ H2O → H3O+ + ClO3-
HClO4
+ H2O → H3O+ + ClO4-
Kita dapat menentukan seberapa
banyak jumlah spesies asam yang terionisasi dengan cara menentukan kestabilan
anion sisa asam dalam larutan yaitu anion ClO-, ClO2-,
ClO3-, dan ClO4-. Semakin stabil
anionnya maka semakin banyak asamnya terionisasi dan otomatis asamnya semakin
kuat. Dengan demikian factor penyebab kekuatan asam oksi yang pertama adalah kestabilan anion.
Untuk menentukan kestabilan
anion-anion tersebut yaitu dengan cara melihat bagaimana anion tersebut
mendistribusikan muatan negatifnya (delokalisasi anion). Semakin banyak jumlah atom oksigen maka anion diatas semakin
stabil, karena semakin banyak jumlah atom oksigen yang dapat menerima
pendistribusian muatan negatifnya, hal ini juga berarti anion tersebut memiliki
banyak struktur resonansi.
Pada contoh diatas ion ClO4-
dapat mendistribusikan muatan negatifnya pada 4 atom oksigen sedangkan ion ClO3-
hanya dapat mendistribusikan muatan negatifnya pada 3 atom oksigen, dua untuk
ion ClO2- dan sayangnya ion ClO- tidak bisa
mendistribusikan muatan negatifnya, sehingga ClO4- jauh
lebih stabil dibanding anion yang lain.
Dengan demikian urutan anion yang
stabil diatas adalah ClO4- > ClO3-
> ClO2- > ClO-. Karena semakin stabil anion artinya
semakin banyak asam yang terionisasi sehingga kekuatan asamnya juga semakin
besar oleh sebab itu urutan kekuatan asamnya dari yang terbesar adalah HClO4
> HClO3 > HClO2 > HClO.
Masih pada contoh asam HClO, HClO2,
HClO3, dan HClO4. Perhatiakan bilangan
oksidasi pada atom pusat senyawa asam tersebut. Bilangan oksidasi Cl pada
masing-masing senyawa asam tersebut berturut-turut +1
+3 +5 +7. Ini
menunjukkan bahwa keasaman pada asam oksi meningkat sesuai dengan peningkatan
bilangan oksidasi pada atom pusatnya.
Semakin
tinggi keadaan oksidasi atom pusat, semakin banyak rapatan elektron tertarik
dari atom oksigen menuju atom pusat, sehingga menurunkan muatan parsial negatif
atom oksigen dan meningkatkan keasaman. Dengan demikian
peningkatan bilangan oksidasi merupakan faktor selanjutnya yang mempengaruhi
peningkatan keasaman pada asam oksi.
Selanjutnya
perhatikan pengaruh ukuram atom pusat pada tingkat keasaman senyawa asam oksi
berikut ini:
Senyawa
Asam Oksi
|
Golongan
|
Periode
|
PKa
|
H3PO4
|
V A
|
3
|
2.12
|
H3AsO4
|
V A
|
4
|
2.30
|
HClO
|
VII A
|
3
|
7.53
|
HBrO
|
VII A
|
4
|
8.70
|
HIO
|
VII A
|
5
|
10.70
|
Dapat
disimpulkan bahwa dalam satu golongan dengan komposisi yang
sama naiknya ukuran atom pusat menurunkan kekuatan asam. Dalam tabel periodik
unsur, keelektronegatifan dalam satu golongan dari atas ke bawah semakin kecil.
Hal ini menyebabkan kekuatan atom pusat untuk menarik pasangan
elektron kovalen ke arah dirinya semakin lemah, yang berdampak pada kemampuan oksigen
untuk melepasakan H+ dari gugus hidroksil juga berkurang.
III. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa, asam - basa sistem pelarut sebagai berikut. Asam
adalah zat terlarut yang melalui disosiasi langsung atau melalui reaksi dengan
pelarut dapat melepaskan kation
karakteristik dari pelarut tersebut. Sedangkan basa adalah zat terlarut yang
melalui disosiasi langsung atau melalui reaksi dengan pelarut dapat
melepaskan anion karakteristik dari pelarut
tersebut.
Kerekativan
ion logam
dan ligannya
dikelompokkan menurut sifat keras dan lunaknya berdasarkan pada polarisabilitas
unsur yang menjadi dasar suatu prinsip yang disebut Hard and Soft Acid Base (HSAB). Berdasarkan prinsip Hard
and Soft Acid Base (HSAB), asam basa keras adalah ion logam yang berukuran kecil, menyukai ligan
yang juga kecil. Asam basa lunak
adalah
ion logam yang berukuran besar, menyukai ligan
yang cenderung besar.
Asam oksi adalah asam-asam
yang mengandung atom pusat yang dikelilingi oleh atom-atom O dan gugus OH, XOn(OH)m.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan keasaman
pada asam oksi diaantaranya jumlah n (oksigen nonhidroksil), harga K dan pKa, kestabilan anion,
dan ukuran atom pusat.
DAFTAR
PUSTAKA
Chang,
Raymond. 2005. Kimia Dasar Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Cotton
dan Wilkinson. 1989. Kimia Anorganik
Dasar. Jakarta : UI-Press
Housecroft, C.E., and Sharpe, A.G. 2004.
Inorganic Chemistry. England: Pearson
Education Limetid
Petrucci,
Ralph. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern.
Jakarta: Erlangga
0 komentar:
Posting Komentar